ROKAN HILIR, RIAUCITIZEN.COM - Petani sawit di Rokan Hilir mulai merasakan dampak dari rendahnya harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS). Harga itu itu dinilai tidak wajar, karena lebih murah dari harga permen.
“Masak harga sekarang lebih murah dari harga bon-bon (permen,red), kalau bon-bon Rp500, hanya sebesar kelingking, tapi sawit, 1 kg, harganya lebih rendah lagi, tak bisa makan,” keluh Mawardi, petani sawit di Bagansiapiapi, ketika ditemui sedang panen dikebunnya, Jum’at (21/8/15) sore.
Panen sebelumnya, dibeli pengumpul dengan harga Rp400/kg, padahal dia harus mengeluarkan upah dodos Rp240/kg. “Lebih banyak tukang dodos dapat lagi,” katanya semakin kesal.
Pendodos menurut Mawardi tidak tahu menahu tentang turunnya harga sawit, yang penting, saat ditimbang, dia akan mengetahui jumlah hasil jerih payahnya, dan langsung menerima upah. “Tapi kalau harga sawit Rp1.000/kg (naik, red), kami kan tidak minta tambah upah juga, begitu kata mereka (pendodos, red), kalau harga sawit turun, kitalah yang harus menanggung resiko,” ujarnya.
Hasil penen Mawardi langsung diangkat pendodos sampai kepinggir jalan yang sudah disemen, sehingga memudahkan pengumpul langganannya untuk mengambil menggunakan mobil.
Mawardi tidak menafikkan, kalau hasil panen rekan petani sawit yang ada di Sinaboi lebih rendah dari harga yang diterimanya, karena lokasi lebih jauh dan sulit dijangkau. “Kalau di Sinaboi kata teman disana hanya Rp250 perkilogramnya,” ungkapnya.
Dan kondisi terparah juga terjadi dikawasan Pasir Limau Kapas, karena akses kesana lebih parah lagi, namun untuk harga disana, dia kurang mengetahui. “Yang jelas lebih murah lagi,” ketusnya.
Karena harga kelapa sawit yang teramat murah, lanjut Mawardi, banyak petani yang belakangan lebih memilih membiarkan buah sawit membusuk di kebun daripada menjualkan namun malah rugi, karena harus mengeluarkan biaya lebih mahal untuk tukang dodos dan upah angkut.(dow/rtc)
No comments:
Post a Comment