BERITA RIAU, PEKANBARU - Pemberian jatah uang untuk memuluskan pengesahan Rancangan APBD-P 2014 dan RAPBD Tambahan 2015 Provinsi
Riau, sebesar Rp 125 juta. Tidaklah membuat Johar Firdaus puas. Bahkan selaku Ketua DPRD Riau, Johar malah meminta lebih sebesar Rp 200 juta.
Permintaan Johar Firdaus itu, terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi suap pengesahan dana APBD
Riau, yang digelar Kamis (29/10/15) di Pengadilan Tipikor
Pekanbaru.
Berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni, saksi Riki Hariyansyah. Ia menjelaskan bahwa, dirinya diberitahu oleh oleh terdakwa Achmad Kirjauhari, tetang uang pemberian dari Annas Ma'mun, selaku Gubernur
Riau (Gubri) sebesar Rp 900 juta. Selanjutnya, Kirjauhari meminta kepada Riki, bagaimana pola pembaguannya.
" Saat itu dicoret coretlah nama nama anggota dewan yang akan diberikan, dan saya ingat nama nama ketua fraksi, komisi dan nama pimpinan," ucap saksi
Riki.
Berdasarkan catatan tersebut, nama nama yang mendapat bagian adalah,
Johar Firdaus, selaku Ketua DPRD
Riau sebesar 125 Juta. Kemudian Noviwaldi Jusman alias Dedet sebesar Rp 40 Juta, Hazmi Rp 40 juta, Labay Rp 40 juta, Zukri Rp 40 juta, Aziz Rp 40 juta, Bagus Rp 40 juta, Iwa Rp 40 juta, Koko Rp 40 juta, Robin Rp 40 juta, Masnur Rp 40 juta, Rusli Efendi Rp 40 juta, Abdul Wahid Rp 40 juta, Ramli Sanur Rp 40 juta, Nurzaman 30 juta, Ahdinur Rp 30 juta, Edi Yatim Rp 30 juta, Syafrudin Saan Rp 30 juta, Solihin Rp 30 juta, dan saya sendiri (Riki) sebesar Rp 50 juta," terang Riki.
Setelah pola pembagian dicatat. Kemudian
Johar Firdaus meminta lebih. Ia minta sebesar Rp 200 Juta.
Atas permintaan
Johar Firdaus tersebut, Riki kemudian menyampaikan kepada Kirjauhari.
"Pak Kir menolak. Karena uangnya tidak cukup. Akhirnya ada yang dicoret yaitu atas nama Toni sebesar Rp 30 Juta, dan uang tersebut ditambahkan kepada Pak Johar. Jadi total untuk Pak Johar Rp155 Juta," jelas Riki.
Dikatakan Riki lagi, dirinya memang telah menerima uang pembagian tersebut sebesar Rp 50 juta. Namun uang tersebut sudah dikembalikan," tutur Riki dihadapan majelis hakim yang diketuai Masrul SH.
Selain saksi Riki Hariyansyah, JPU
KPK, Pulung Rinandoro SH, Budi Nugraha SH, Tri Anggora Mukti, Arin Karniasari dan Irman Yudiandri, juga menghadirkan saksi lainnya yaitu, Zaini Ismail, Wan Amir Firdaus, M.Yafiz.
Seperti diketahui, Achmad Kirjauhari didakwa melakukan tindak pidana korupsi penerimaan suap, untuk pengesahan Rancangan APBD-P 2014 dan RAPBD Tambahan 2015 Provinsi
Riau.
Perbuatan terdakwa secara bersama sama dengan anggota DPRD lainnya yakni, Johar Firdaus, Riky Hariansyah itu terjadi pada tanggal 1 September 2014.
Dimana terdakwa telah menerima hadiah atau imbalan berupa uang sebesar Rp 1,2 miliar dari Pemerintah Provinsi (pemprov)
Riau. Dalam hal pengesahan rancangan APBD-P 2014-2015 Provinsi
Riau.
Bermula, pada 12 Juni 2014, Annas Maamun, selaku Gubernur Riau. Mengirim Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) kepada Ketua DPRD
Riau. Kemudian KUA tersebut dibahas dalam rapat Banggar DPRD.
Selanjutnya, Banggar DPRD mempertanyakan penyerapan anggran 12 persen untuk anggaran Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina Marga.
Karena tidak ada titik temu, tim Banggar menyampaikan keinginan anggota dewan untuk dapat meminjam kendaraan dinas.
Selanjutnya sambung JPU, Suparman (Wakil Ketua DPRD Riau) menyampaikan kepada Johar Firdaus, bahwa Annas Maamun selaku Gubernur Riau menyanggupinya dan bahkan,
Annas Maamun juga memberikan uang masing masing anggota dewan sebanyak 40 orang sebesar Rp 50 juta.
Selain itu, untuk anggota banggar yang membahas rancangan APBD-P 2014-2015 Provinsi Riau. Annas Maamun memberikan sejumlah uang sebesar Rp 1,2 miliar untuk anggota Banggar yang beranggotakan, Johar Firdaus, Masnur, Musdar, Supriati, Zukri Misran, James Pasaribu, T Rusli Efendi, Mahdinur, Riky Hariansyah, Nurzaman dan Koko Iskandar.
Uang untuk anggota banggar sebesar Rp 1,2 miliar itu diantarkan oleh Suwarno, PNS Pemprov
Riau kepada terdakwa Kirjauhari.
Setelah uang diterima dan dibagi bagikan. Para rapat pembahasan rancangan anggaran APBD selanjutnya. Tim banggar mensahkan rancangan anggaran tersebut.
Atas perbuatannya terdakwa
Kirjuhari yang telah memperkaya diri sendiri dan orang lain. Negara dirugikan sebesar Rp 1,2 miliar. Dalam hal ini, Kirjauhari dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(dow/rtm)